Sajak Panjang di Gerbang Asmaraloka
Kisahku dipenuhi arus warna
Tidak ada kisah yang sia-sia
Hal baik mengajarkanku untuk bersyukur
Hal buruk mengajarkan ku untuk bersabar
Oh ini tentang kisah asmaraloka
Tentang syukurku yang tak terhingga
Kisah ini tidak bermula dari pandangan pertama yang membakar, melainkan dari kehadiran sunyi di perguruan ilmu. Kami bergerak dalam orbit terpisah. Ia senior, aku junior. Dua dunia yang berjalan paralel tanpa kilatan ketertarikan.
Namun, Takdir, sang sutradara ulung, selalu memiliki alur indah. Pada tahun 2022, di bawah payung proyek bersama, kedua semesta dipaksa bergesekan. Meja diskusi menjelma panggung mata hati. Dia yang luput dari pandanganku, mulai terlihat. Dia sang pria, mulai berbisik, diskusi adalah topeng pertemuan yang ia damba. Keberanian mengantarnya pada pengakuan. Aku memilih menepi, fokus pendidikan di tanah rantau.
Dimulailah era sunyi yang penuh ujian. Jarak terbentang menyakitkan. Selama setahun penuh, penantian diuji, dan sang pria membuktikan kesabarannya. Ia tidak menuntut, ia hanya menunggu. Ketika aku kembali, ia menyambut dengan janji pasti. 27 Januari 2024, lamaran disampaikan. Syarat kuberikan, ia harus sabar lagi menantiku menyelesaikan kuliah. Tiga hari setelahnya, aku kembali ke jarak yang menguji. Kesabaran pria itu adalah benteng yang kukuh.
Jarak itu benar-benar menguji, setiap rindu adalah perjuangan. Namun kesabaran sang pria menjelma alasan tunggal sang wanita "Tiada alasan mengapa aku mencintainya, melainkan karena ia memang layak."Cinta mereka menemukan kelayakan, bukan mencari pembenaran. Setahun setelah lamaran, penantian berakhir. Pada 22 Mei 2025, aku kembali pulang untuk menetap. Arus warna yang mengalir deras sejak 2022 telah mencapai muaranya. Dua jiwa, kini menyatu dalam indahnya pelabuhan abadi Asmaraloka.